Jumat, 30 Januari 2009

BRYOPHYTA

















A. CIRI-CIRI BRYOPHYTA

Lumut merupakan tumbuhan darat sejati, walaupun masih menyukai tempat yang lembab dan basah. Lumut yang hidup di air jarang kita jumpai, kecuali lumut gambut (sphagnum sp.).


Lumut tumbuh di berbagai tempat, yang hidup pada daun-daun disebut sebagai epifil. Jika pada hutan banyak pohon dijumpai epifil maka hutan demikian disebut hutan lumut


Pada lumut, akar yang sebenarnya tidak ada, tumbuhan ini melekata dengan perantaraan Rhizoid (akar semu), olehkaren aitu tumbuhan lumut merupakan bentuk peralihan antara tumbuhan ber-Talus (Talofita) dengan tumbuhan ber-Kormus (Kormofita


Akar dan batang pada lumut tidak mempunyai pembuluh angkut (xilem dan floem).

Rabu, 28 Januari 2009


Renungan Katak
Trisni Atmawati


Hujan masih turun dengan lebatnya...
Air di parit kecil inipun belum berhenti dimuntahkan
Membawa segala yang ada disampingnya...
Walaupun.. parit itupun sepertinya juga tidak menginginkan


Mata makhluk kecil bersayap itu masih berkaca-kaca..
Hujan ini telah membuatnya terpisah dengan teman-temannya
Tak dilihatnya ...semut kecil yang hanyut di hadapan
Sekuat tenaga meraih ranting yang hanyut mendahuluinya


Ikan merah itupun ternyata tak senang, berjuang hebat..
Menjaga tubuhnya yang mulai gemuk untuk tak ikut terbawa arus
Alam yang tadi pagi masih begitu bersahabat
Tiba-tiba menjadi demikian keras....


Semua sedang berjuang
Entah...
Mungkin hanya untuk bertahan hidup
Atau ....ada alasan mengapa mereka harus bertahan


Mungkin si semut berjuang untuk menjaga telurnya kembali
Mungkin makhluk kecil bersayap di seberangku ini masih ingin terbang ke awan
Menggapai impian bersama teman-temannya tuk terbang ke langit tinggi
Ikan ? Entah aku tidak tahu pasti, semoga dia cukup kuat hingga sempat kutanyakan

Aku tak tahu pasti pikiran semut dan makhluk bersayap ini
Tapi...Aku sendiri di sini?
Di bawah lindungan daun yang lebar ini
Terlena dalam sunyinya hati... untuk apa aku di sini?

Tetesan air memberitahuku akan mata bulatku yang sayu
Ku lihat kembali mereka satu-satu
Apakah Tuhan mempertontonkan mereka padaku
Agar ku juga berjuang ....untuk harapanku?


Kupersembahkan : untuk teman-teman, sahabat, juga anak-anakku yang sedang berjuang. Allah selalu bersama kita dan memberi pertolongan kepada kita. Amin

Jumat, 23 Januari 2009

Sesama Muslim

Saya teringat ketika sepuluh tahun yang lalu saat masih di bangku kuliah, saya memiliki seorang teman kuliah yang oleh teman-teman sichn disebut seseorang ikhwan. Mungkin terlalu dekat kalau di sebut teman, karena kenyataannya saya cuma sebatas teman satu angkatan yang hanya bertemu saat sama-sama masuk perkuliahan, dan juga saat berpapasan di jalan kampus saja. Itupun bisa dihitung dengan jari. Tetapi waktu itu saya sangat menghargainya karena kezuhudan dan tingkah laku dia yang sangat santun. Maklum juga sich, karena waktu itu saya sendiri belum lama mengenakan jilbab sebagai wujud usaha saya untuk meningkatkan pemahaman tentang hakekat keimanan kita.
Teman satu angkatan saya itu memang terkenal sangat "ikhwan banget" diantara teman-teman kami satu angkatan, jadi tidak heran jika teman-teman tahu ketika dia berangkat ke Maluku yang pada waktu itu sedang memanas karena konflik disana. Saya sendiri dalam hati sangat salut dengan kepeduliaanya dengan sesama muslim, walaupun jelas-jelas mereka bukan saudaranya. Saya jadi teringat dan seperti ditunjukkan satu pelajaran, bahwa ketika kita mengaku seorang muslim yang benar-benar beriman, kita harus bisa menganggap muslim yang lain sebagai saudara kita sendiri.
Walaupun kami tidak pernah saling bercakap, berbincang atau bahkan diskusi tetapi perbuatan yang dilakukannya sudah mampu memberikan pelajaran bagi saya. Dan Subhanallah saya yakin karena keimanan yang dia miliki, kehadirannya saja sudah mampu mengingatkan saya untuk sama-sama melakukan kebaikan.
Itu adalah pelajaran pertama yang saya dapatkan dari dia. Tetapi tidak itu saja, pelajaran yang kedua pun saya dapatkan ketika saya melangsungkan pernikahan. Tak disangka dan tidak saya duga sebelumnya, dari orang yang saya tidak pernah bercakap bersama, saya mendapatkan sebuah kado pernikahan dari dia. Dua buku kecil yang menurut saya sangat berharga karena berisi tentang bagaimana membentuk keluarga yang sakinah dan bagaimana menjadi istri yang sholehah (Dua buku itu tetap saya simpan rapi sampai sekarang). Pelajaran apa yang saya dapatkan dari dia? Dia adalah teman saya yang selama ini tidak pernah saya merasa dirugikan ataupun mendapatkan keburukan darinya. Tetapi yang saya dapatkan hanyalah selalu kebaikan darinya untuk saya. Dan bukunya itupun sampai sekarang masih selalu saja memberikan kebaikan untuk saya. Saya sempat terharu tiap kali mengingatnya, kapankah saya bisa seperti dirinya? Yang hanya selalu memberikan manfaat dan kebaikan kepada orang lain, tak pernah menyakiti, mendhalimi atau membuat keburukan bahkan kerugian bagi orang lain? Mungkin apa yang telah dilakukannya adalah ungkapan cintanya kepada Allah, dengan menyayangi muslim lain seperti menyayangi saudaranya sendiri.
Mungkin itu pulalah yang membuat dia tergerak ke Maluku pada waktu itu. Karena cintanya kepada Allah, mengharuskannya untuk mampu menyayangi dan menolong muslim yang lain. Dengan peduli, dengan empatinya dan keringanannya membantu mereka. Saya tidak tahu lagi kabar beritanya, atau mungkin sekarang dia sedang di Palestina? Satu hal yang belum sempat saya sampaikan ke dia, ucapan terima kasih. Saya tidak tahu apakah ada kesempatan untuk itu, tetapi saya yakin Allah dengar doa setiap hambaNya. "Ya Allah jadikanlah dia sebagai hambaMu yang Engkau rindhoi. Amin"

Sabtu, 10 Januari 2009

Penutup Pintu Masuknya ILmu

Setiap detik yang berlalu, yang kita lewati dalam kehidupan ini sepertinya tidak ada yang sama persis. Tiap denting suara yang ditangkap gendang telinga kita pastilah tidak sama tiap detiknya. Demikian pula halnya keteraturan nafas kita tidaklah menjamin volume udara yang kita hirup adalah sama. Dalam kehidupan, pastilah perubahan yang selalu setia menemani kita. Dalam perjalanan panjang kehidupan ini tidak hanya jalan mulus yang kita lewati tetapi jalan berkelok, naik dan turun, jalan berbatu banyak menghadang kita.

Sering kali dalam melewati jalan panjang kehidupan, kita mudah sekali untuk sombong dan merasa cukup dengan “sedikit” ilmu/pengalaman yang kita miliki. Seperti halnya ketika kita naik kendaraan, mungkin saja kita baru bisa membelok ke kanan, tetapi ketika kita menemui belokan ke kiri, muncul dalam hati kita, “Ah cuma belokan”. Padahal ketika kita membelok ke kiri tetapi kita melihat kaca spion kanan, mungkin kita akan melenceng keluar dari jalur yang seharusnya kita lewati. Kita tidak sadar bahwa apapun yang kita hadapi akan selalu berbeda, dan dari tiap yang berbeda tersebut pastinya membutuhkan ilmu yang baru, ibarat enzim dalam tubuh kita dimana satu enzim hanya akan cocok untuk satu substrat/senyawa. Bahwa tiap moment kejadian atau masalah pastilah membutuhkan satu pemecahan yang tepat. Dan otak kitalah yang harusnya menambah pengetahuannya agar mampu menyediakan pemecahan untuk tiap permasalahan kita, seperti halnya tiap sel tubuh kita harus mampu menghasilkan satu enzim untuk memecah tiap substrat /senyawa yang ada.

Permasalahannya adalah ketika kita tidak lagi mau membukakan pintu untuk masuknya ilmu ke otak kita sehingga otak kita tidak mempunyai cukup modal pengalaman dan ilmu untuk membuat satu pemecahan yang tepat untuk satu jenis permasalahan kita. Pintu masuknya ilmu ke otak telah kita tutupi dengan kesombongan bahwa kita telah memiliki banyak pengalaman dan ilmu. Kesombongan bahwa kita lebih baik atau bahkan paling baik daripada orang lain sehingga dengan mudah dan bangganya kita menyepelekan orang lain, bahkan pada orang yang seharusnya kita hormati.

Saya meminjam istilah dari salah seorang teman diskusi saya, bahwa pendidikan kita yang paling sempurna bukanlah ketika kita mendapatkan pendidikan formal dari sekolah dasar, menengah,sarjana ataupun pasca sarjana yang sering dibangga-banggakan, tetapi pendidikan paling sempurna adalah pendidikan alam raya yaitu pendidikan sepanjang kehidupan kita di dunia ini yang langsung dimaha gurui oleh sang pencipta alam dan seisinya. Dan Allah memberikan pembelajarannya kepada kita dapat melalui apapun dan siapapun, bisa melalui kesedihan, bisa melalui kegembiraan. Pembelajaran itupun bisa melalui seseorang yang lebih tua dari kita, bisa juga dari anak kecil. Kita perlu renungkan yang pernah disampaikan Mahatma Gandhi, “Aku juga belajar, bahkan kepada bayi yang masih dalam buaian”. Kita harus instrospeksi diri kita,dan bandingkan dengan seorang Mahatma Gandhi,yang tidak pernah merasa malu untuk belajar dari sapapun.

Ketika kita sudah merasa cukup (sombong) dengan ilmu kita, tentunya kita akan menjadi orang yang merugi, karena Allah juga akan mencukupkan pelajaran/ilmunya untuk kita. Tetapi masih saja kita mudah tergelincirkan oleh kesombongan, sampai saatnya kita harus kembali berjalan di pedesaan, tak selalu berjalan di jalur tol yang mulus. Mungkin Allah sedang memberikan jalan tanah pedesaan, kesusahan dan masalah pada diri kita agar kita sejenak bisa mengamati tanaman padi di sawah pada sepanjang perjalanan kita ini. Agar kita mampu sejenak berpikir dalam, mengapa semakin berisi biji padi semakin tanaman padi itu merunduk. Semakin berilmu harusnyalah kita semakin merasa rendah karena semakin kita banyak ilmu akan membuat kita semakin sadar bahwa ilmu kita hanyalah sebatas biuh di lautan luas, hanya sebutir pasir di pantai. Semoga kita bisa belajar dari sang padi.#

Mendeteksi Kesabaran

“ Sabar ya......” kata klise seperti ini seringkali dinasehatkan kepada kita oleh orang tua, atau orang disekitar kita. Kata ini juga banyak dilontarkan, diucapkan oleh banyak orang di sekitar kita ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak kita sukai atau tidak kita harapkan. Tapi apakah sebenarnya sabar itu? Apakah selama ini kita ternyata hanya sebatas tahu kosa kata “sabar” tersebut, atau juga kita cuma tahu yang kalau boleh disebutkan kata orang adalah “sebatas teori”. Ataukah memang kita benar-benar tahu dan paham makna sabar itu sendiri?

Umumnya yang disebut sebagai teori adalah hal-hal yang berhubungan dengan otak atau pemikiran, sedangkan “sabar” yang bisa dikatakan adalah kerja hati kita mungkin agak asing jika disebut sebatas teori. Jadi apakah benar ada sabar sebatas teori? Sebagai contoh tadi, seringkali orang mengatakan pada diri sendiri atau kepada orang lai untuk bersabar. Seringkali orang tahu bahwa mereka harus bersabar dalam menghadapi kesulitan karena dia pernah mendengar nasehat atau bahkan membacanya dari buku. Semua itu intinya adalah agar dalam menghadapi musibah/kekecewaan/kesedihan kita harus bersabar dan sabar adalah suatu kebaikan. Demikian itulah yang disebut dengan sebatas teori, karena yang dilakukan hanya memasukkan ke dalam otak kita bahwa sabar itu harus dan suatu kebaikan.

Kalau ada sabar sebagai sebatas teori dalam otak pikiran kita dan ada pula sabar dalam arti sesungguhnya yang ada dalam hati, maka bagaimanakah kita tahu orang yang mengatakan sudah bersabar itu cuma sebatas teori ataukah dari dalam hati? Memang cukup sulit untuk mendeskripsikan perbedaan keduanya karena sekali lagi sabar merupakan kerja dari ranah hati kita sehingga cukup abstrak untuk diungkapkan secara nyata. Sebagai perumpamaan adalah saya ibaratkan anak sekolah. Anak SD kelas 1 akan menganggap bahwa bahwa matahari yang bergerak mengelilingi bumi karena tiap hari ia melihat matahari ada di timur, di atas dan di barat. Dia merasa sudah tahu tentang alam ini, dan teman-teman satu kelasnya juga akan sependapat dengannya. Berbeda dengan anak yang di atasnya, misalkan kelas 5. Si anak kelas 5 ini sudah pernah mendapat pelajaran tentang alam semesta sehingga dia bisa mengetahui bahwa pengetahuan anak kelas 1 tadi masih salah.

Demikian pula dengan sabar, kadar pemahaman tiap orang akan sabar sebatas teori ataukah paham dalam arti sesunguhnya yang ada dalam hati dapat dimengerti oleh mereka yang sudah benar-benar paham tentang sabar tersebut. Siapakah orang yang benar-benar paham tentang sabar itu, tak lain adalah mereka yang memang pernah mendapatkan pelajaran sabar dalam hidup mereka. Mereka adalah orang-orang yang diberi pelajaran olehNya baik melalui kemudahan maupun kesukaran hidup dimana dengan kebeningan dan kelembutan hatinya mampu untuk menangkap pelajaran itu. Dengan kebeningan dan kelembutan hati pulalah mereka akan mampu menangkap getaran-getaran sabar dari hati orang lain, sehingga mereka akan mampu merasakan bagaimana tingkat kesabaran orang lain. Setiap perkataan sabar dari orang lain akan mampu ditimbang di dalam hatinya sehingga mampu mengetahui kadar sabar orang tersebut. Mereka tidak terkecoh dengan ungkapan sabar yang ditunjukkan orang lain, karena alat pendeteksi kesabaran mereka sangat akurat, yaitu hati mereka.

Sekarang mari kita introspeksi diri kita sendiri, bagaimanakah kesabaran kita? Dengan apa kita dapat mendeteksi kesabaran kita sendiri? Selayaknyalah kita berusaha untuk jujur pada diri kita sendiri, seberapa dalam kita bisa memberi makna dan pemahaman tentang sabar secara benar pada diri kita sendiri atau kepada orang lain.Apakah kita kesulitan atau bahkan bingung dengan makna sabar itu sendiri? Disitulah kita akan tahu seberapa kadar sabar pada diri kita sendiri. Kita harus sadari bahwa kesabaran tidak berhubungan lurus dengan datangnya kemudahan, dan kemudahan bukanlah semata-mata karena kesabaran kita. Tetapi kemudahan/pertolongan adalah mutlak milikNya dan Dia tidak butuh kesabaran kita. Kesabaran adalah peningkat derajat kita dimata Allah untuk menjadi insan yang dicintaiNya. Semoga kita mampu selalu berjuang meraih kesabaran itu. Amin

TUGAS GURU MENURUT PERMENDIKNAS NO 19 TH 2007

  1. Guru bertanggung jawab menyusun silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan Panduan Penyusunan KTSP. Dalam penyusunan silabus guru dapat bekerja sama dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) atau Perguruan Tinngi
  2. Guru bertanggung jawab terhadap mutu perencanaan kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya agar peserta didik mampu: (a) meningkatkan rasa ingin tahunya; (b) mencapai keberhasilan belajarnya secara konsisten sesuai dengan tujuan pendidikan; (c) memahami perkembangan pengetahuan dengan kemampuan mencari sumber informasi; (d) mengolah informasi menjadi pengetahuan; (e) menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah; (f) mengkomunikasikan pengetahuan kepada pihak lain; (g) mengembangkan belajar mandiri dan kelompok dengan proporsi yang wajar
  3. Setiap guru bertanggung jawab terhadap mutu kegiatan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diampunya dengan cara : (a) merujuk perkembangan metode pembelajaran mutakhir; (b) menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, inovatif dan tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran; (c) menggunakan fasilitas, peralatan dan alat bantu yang tersedia secara efektif dan efisian; (d) memperhatikan sifat alamiah kurikulum, kemampuan peserta didik dan pengalaman belajar sebelumnya yang bervariasi serta kebutuhan khusus bagi peserta didik dari yang mampu belajar dengan cepat sampai yang lambat; (e) memperkaya kegiatan pembelajaran melalui lintas kurikulum, hasil-hasil penelitian dan penerapannya; (f) mengarahkan pada pendekatan kompetensi agar dapat menghasilkan lulusan yang mudah beradaptasi, memahami belajar seumur hidup dan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah
  4. Dalam penilaian hasil belajar peserta didik, guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai
  5. Guru melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai agen pembelajaran yang memotivasi, menfasilitasi, mendidik, membimbing dan melatih peserta didik sehingga manjadi manusia berpotensi dan mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara optimum
  6. Peserta didik dalam menjaga norma pendidikan perlumendapat bimbingan dengan keteladanan, pembinaan dengan membangun kemauan, sserta pengembangan kreativitas dari pendidik dan tenaga kependidikan
  7. Guru melaporkan hasil evaluasi dann penilaian sekurang-kurangnya tiap akhir semester yang ditujukan kepada kepala sekolah dan orang tua/wali peserta didik.

Jumat, 09 Januari 2009

Belajar Keyakinan dari Teratai

Sekolah tempat saya mengajar memiliki area yang cukup luas dan masih ada beberapa lahan yang belum dimanfaatkan. Diantaranya adalah dua kolam kecil yang agak kurang terurus tetapi masih dapat kami manfaatkan sebagai sumber pembelajaran pembelajaran (kebetulan saya mengajar biologi).
Ada satu hal yang membuat saya tercenung sebentar ketika mengamati ekosistem kolam tersebut. Suatu tempat yang kelihatannya kotor, dengan air keruh menggenanginya ternyata mampu tumbuh tanaman teratai yang sangat indah. Terasa ada sesuatu yang menggugah hati ketika Allah berikan kenikmatan berupa keindahan teratai itu. Keindahan yang tidak hanya ditangkap oleh mata tetapi keindahan yang tertangkap juga oleh hati.
Tanaman teratai di kolam itu baru saja tumbuh setelah sekian lama menghilang saat kolam itu mengering di musim kemarau. Saya sempat mengkhawatirkan jika teratai itu tidak akan muncul kembali karena sepanjang kemarau lalu kolam tersebut telah berubah fungsi menjadi tempat sampah. Karena itu hadirnya teratai tadi adalah sesuatu yang mampu menyentuh hati saya waktu itu, yaitu bagaimana ketika kemarau datang keindahan teratai itu hilang begitu saja dan saat hujan tiba ternyata sang teratai mampu memberikan keindahannya kembali. Dari semua itu saya yakin bahwa dengan dalamnya ilmu yang dimiliki, teratai itu mampu menunjukkan kembali keindahannya kepada makhluk lain yang melihatnya, mampu hadir kembali bagi lebah-lebah yang selama ini menghisap madunya.
Tanaman teratai..... menunjukkan keikhlasannya kepada Allah dengan menerima untuk hanya tinggal ditempat yang dianggap tidak berguna dan tetap mampu memberikan sesuatu yang terbaik dari dirinya yang bermanfaat bagi makhluk yang lainnya. Tanaman teratai juga mampu menjadi sesuatu yang tidak serakah untuk memiliki semua kebaikan hanya untuk dirinya, tetapi dia sudah cukup hanya dengan memiliki penampilan yang sudah mampu menyenangkan makhluk yang melihatnya dan juga memberikan tetes madunya bagi lebah-lebah di sekitarnya tanpa perlu memberikan harum semerbak seperti bunga-bunga yang lainnya. Dengan ilmu yang dimilikinya, teratai tidak membutuhkan bau harum agar makhluk lain yang mungkin tak melihatnya dapat mencium bau harum yang terbawa hembusan angin. Teratai tidak membutuhkan pujian maupun sanjungan dengan bau harum itu, tetapi cukup bagaimana dia mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi sekelilingnya. Membuat indah lingkungannya dan bermanfaat bagi lebah.
Apa yang menjadikan teratai itu sedemikian indahnya? Dilihat pada kolam yang berair keruh itu, teratai tampak tenang dan hanya goyangan-goyangan daun dan bunganya tertiup angin sepoi-sepoi. Ketenangan dalam hidupnya itu menunjukkan bagaimana kekuatan keyakinannya kepada Allah dan menjalani semua kehidupan hanya dengan ikhlas dan yakin padaNya. Dan ketenangan itu sendiri adalah bukti kekuatan keyakinannya kepada Sang Penciptanya. Keyakinan bahwa segala apa yang dia terima dalam hidup, baik yang dia senangi atau tidak, baik yang dia inginkan atau tidak, baik berupa kebaikan atau keburukan (musibah) yang terjadi padanya adalah sesuatu yang pasti dalam perhitunganNya, pasti dalam IjinNya dan tidak ada yang sia-sia. Keyakinan bahwa keikhlasan itu harus dibuktikan dengan memanfaatkan kehidupan dengan sebaik-baiknya untuk bisa bermanfaat bagi sekelilingnya. Keyakinan ini tidak tampak bagi makhluk yang hanya menggunakan matanya dan tidak menggunakan hatinya, karena teratai itu hanya tampak daun dan bunganya yang indah di permukaan air, tetapi hatinya yang tak terlihat selalu berjuang untuk mempertahankan keyakinannya. Akar teratai yang berada di bawah permukaan air tetap berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi sekelilingnya, walaupun tak pernah terlihat dari permukaan. Itulah wujud keikhlasan dari teratai, karena teratai harus berjuang dengan segala upayanya untuk memberikan yang terbaik bagi sekelilingnya tetapi tak pernah menunjukkan betapa berat perjuangannya. Dan keikhlasan yang dimilikinya itu tidak akan sedemikian besar tanpa adanya Keyakinan dia yang kuat kepada Allah. Keindahan yang dimiliki teratai tidak dari wujud dirinya yang ada dipermukaan air, teratai itu lebih indah karena keikhlasannya dalam menjalani hidup. Dari tanaman teratai itu kita perlu untuk menginteropeksi diri kita, sudahkah kita punya keyakinan itu, atau berapa besar keyakinan kita kepada Allah. Semoga kita bisa belajar dari sang teratai dan menjadi manusia yang lebih baik.*