Saya teringat ketika sepuluh tahun yang lalu saat masih di bangku kuliah, saya memiliki seorang teman kuliah yang oleh teman-teman sichn disebut seseorang ikhwan. Mungkin terlalu dekat kalau di sebut teman, karena kenyataannya saya cuma sebatas teman satu angkatan yang hanya bertemu saat sama-sama masuk perkuliahan, dan juga saat berpapasan di jalan kampus saja. Itupun bisa dihitung dengan jari. Tetapi waktu itu saya sangat menghargainya karena kezuhudan dan tingkah laku dia yang sangat santun. Maklum juga sich, karena waktu itu saya sendiri belum lama mengenakan jilbab sebagai wujud usaha saya untuk meningkatkan pemahaman tentang hakekat keimanan kita.
Teman satu angkatan saya itu memang terkenal sangat "ikhwan banget" diantara teman-teman kami satu angkatan, jadi tidak heran jika teman-teman tahu ketika dia berangkat ke Maluku yang pada waktu itu sedang memanas karena konflik disana. Saya sendiri dalam hati sangat salut dengan kepeduliaanya dengan sesama muslim, walaupun jelas-jelas mereka bukan saudaranya. Saya jadi teringat dan seperti ditunjukkan satu pelajaran, bahwa ketika kita mengaku seorang muslim yang benar-benar beriman, kita harus bisa menganggap muslim yang lain sebagai saudara kita sendiri.
Walaupun kami tidak pernah saling bercakap, berbincang atau bahkan diskusi tetapi perbuatan yang dilakukannya sudah mampu memberikan pelajaran bagi saya. Dan Subhanallah saya yakin karena keimanan yang dia miliki, kehadirannya saja sudah mampu mengingatkan saya untuk sama-sama melakukan kebaikan.
Itu adalah pelajaran pertama yang saya dapatkan dari dia. Tetapi tidak itu saja, pelajaran yang kedua pun saya dapatkan ketika saya melangsungkan pernikahan. Tak disangka dan tidak saya duga sebelumnya, dari orang yang saya tidak pernah bercakap bersama, saya mendapatkan sebuah kado pernikahan dari dia. Dua buku kecil yang menurut saya sangat berharga karena berisi tentang bagaimana membentuk keluarga yang sakinah dan bagaimana menjadi istri yang sholehah (Dua buku itu tetap saya simpan rapi sampai sekarang). Pelajaran apa yang saya dapatkan dari dia? Dia adalah teman saya yang selama ini tidak pernah saya merasa dirugikan ataupun mendapatkan keburukan darinya. Tetapi yang saya dapatkan hanyalah selalu kebaikan darinya untuk saya. Dan bukunya itupun sampai sekarang masih selalu saja memberikan kebaikan untuk saya. Saya sempat terharu tiap kali mengingatnya, kapankah saya bisa seperti dirinya? Yang hanya selalu memberikan manfaat dan kebaikan kepada orang lain, tak pernah menyakiti, mendhalimi atau membuat keburukan bahkan kerugian bagi orang lain? Mungkin apa yang telah dilakukannya adalah ungkapan cintanya kepada Allah, dengan menyayangi muslim lain seperti menyayangi saudaranya sendiri.
Mungkin itu pulalah yang membuat dia tergerak ke Maluku pada waktu itu. Karena cintanya kepada Allah, mengharuskannya untuk mampu menyayangi dan menolong muslim yang lain. Dengan peduli, dengan empatinya dan keringanannya membantu mereka. Saya tidak tahu lagi kabar beritanya, atau mungkin sekarang dia sedang di Palestina? Satu hal yang belum sempat saya sampaikan ke dia, ucapan terima kasih. Saya tidak tahu apakah ada kesempatan untuk itu, tetapi saya yakin Allah dengar doa setiap hambaNya. "Ya Allah jadikanlah dia sebagai hambaMu yang Engkau rindhoi. Amin"
0 komentar:
Posting Komentar